Kamis, 24 Desember 2015

HAKEKAT MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Dalam pandangannya , manusia dianggap sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna... thumbnail 1 summary






BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam pandangannya, manusia dianggap sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Ia punya pola pikir, fisik, dan apapun yang ada pada manusia dianggap berderajat tinggi. Tapi tak banyak individu yang tau akan hakikat dan kebenaran manusia pada diri mereka sendiri.

Bagaimana islam mengkaji hal ini? Sementara manusia itu sendiri tidak sadar bagaimana ia diciptakan, ia ada dan ia dalam perwujudan seperti itu. Al Quran sebagaimana kalam Allah akan mengkaji dan menafsirkan apa saja yang dapat membuktikan eksistensi atau hakikat manusia itu sendiri sehingga manusia tidak salah kaprah mengenali diri sendiri dan mereka tahu dengan pasti alasan mengapa mereka di ciptakan dengan sedemikian rupa.

Untuk itu, dalam makalah kami ini akan dibahas tentang hakekat manusia dan kedudukan nafs dalam struktur kehidupan atau kepribadian manusia .

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah hakekat manusia yang sebenarnya?
2.      Bagaimana kedudukan nafs dalam struktur kepribadian manusia?

C.    TUJUAN
1.      Mengungkap kebenaran hakekat manusia yang sebenarnya.
2.      Menjelaskan kedudukan nafs dalam struktur kepribadian manusia.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakekat Manusia
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang hakekat manusia, mari terlebih dulu kita kaji hal-hal dasar yang perlu kita tahu tentang manusia. Hal-hal tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Definisi Manusia
a.       Definisi manusia menurut para psikolog.
Adapun definisi manusia menurut para psikolog adalah sebagai berikut :[1]
o    Menurut ilmuan fisiologi lebih melihat manusia dari kumpulan fungsi anggota tubuhnya dan melihat perilakunya sebagai kumpulan aktivitas fisik dan kimia.
o    Para psikolog klinis lebih melihat manusia dari kumpulan insting yang membinasakan dan melihat syahwat yang memuaskan insting tersebut, baik dilakukan dengan cara yang benar maupun menyimpang.
o    Para psikolog perilaku lebih melihat manusia sebagai suatu alat hidup. Perilaku yang ditampakkannya merupakan hasil dari pemuasan dorongan syahwat belaka.
o    Para psikolog statistic lebih melihat manusia sebagai kumpulan angka dan statistic. Perilaku yang ditampakkan merupakan kumpulan dari angka-angka yang semu dan menyesatkan.
b.      Defiisi manusia menurut Islam.
o   Asal manusia
Bagi yang memahami definisi manusia dari ilmu-ilmu positif (yakni ilmu yang memalinhkan manusia dari ajaran yang dibawa para nabi), maka hal pertama yang dilakukan adalah mengamati dirinya dan menuliskan identitas diri akan asal usul dan tujuan hidupnya.karenanya, hal pertama yang dilakukan adalah menjelaskan kepada manusia dan mengenal dari mana dia berasal, maka islam berinteraksi dengan manusia melalui akidah dan syari’ahnya. Sehingga manusia akan lebih mampu mengenali eksistensinya dibalik semua ilmu dan amal yang dilakukannya.
Dari sini maka kita memahami mengapa kisah adam banyak diulang dalam ayat-ayat Al Qur’an dalam surah Al Baqarah, kisah Adam ini diterangkan setelah disebutkan tiga tipe manusia : mukmin (yang meyakini kebenaran), kafir (yang mengingkari kebenaran) dan munafik ( yang mengingkari namun seolah meyakininya).[2]
Allah berfirman :
 وَ إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَن يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّيْ أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ
Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.(Al Baqarah: 30 )
Manusia sebagai ciptaan Tuhan, dengan sendirinya berlaku pula hukum-hukum Tuhan terhadap kehidupannya. Dengan kata lain, Tuhan menciptakan manusia itudan menetapkan peraturan hidupnya, baik kehidupan sendiri maupun hubungannya dengan sesama manusia dan hubungannya Allah SWT.
Allah berfirman yang artinya :
“Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (Q.S Tien : 4)
Dalam ayat lain Allah juga menegaskan bahwa Allah menciptakan manusia untuk dijadikan khalifah di bumi dan Allah akan meninggikan derajat mereka.sebagai khalifah bumi, manusia harus berperan sebagai penata, pengatur, perekayasa, atau pengelola agar memanfaatkan potensi dan isi alam raya ini dengan cara yang benar dan sikap yang saleh.[3] Hal ini disebutkan dalam surah Al An’am ayat 165 yang artinya :
“Dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi dan Dia meninggikan derajat sebagian kamu di atas yang lain”. (Q.S  An’am : 165)
Dijelaskan pula bahwa Allah menciptakan manusia dari bumi (tanah) dan menjadikan manusia sebagai pemakmurnya maksudnya manusia bertanggung jawab atas apapun yang diciptakan di bumi untuk dijaga dilestarikan sebagaimana mestinya. Hal itu tertuang dalam firman Allah yang artinya :
“...Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya”. (Q.S Hud :61)
Disisi lain manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah. Hal itu tergambar jelas dalam firman-Nya yang artinya :
“Aku (Tuhan) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (Q.S Az Zariyat :56)
Adapun dalam ayat lain dijelaskan bahwa manusia telah diciptakan dari laki-laki dan perempuan dan manusia diciptakan dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kita saling mengenal satu sama lain. Hal itu tertuang dalam salah satu ayat Al Qur’an yang artnya :
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”. (Q.S Al Hujurat :13)
Menyeru kepada hal yang baik dan menghindari dari segala hal yang buruk juga menjadi tanggung jawab manusia sebagai makhluk terbaik di muka bumi. Hal itu pula yang ditegaskan Allah dalam ayat-ayat ajaibnya yang artinya :
“Dan hendaklah diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan mereka itulah orang-orag yang beruntung. (Q.S Ali Imron :104)
Seperti yang kita tahu bahwa manusia berperan sebagai objek material dari ilmu dakwah, masalah efektivitas dakwah banyak tergantung pada bagaimana pesan itu dapat memenuhi kebutuhan dan kepetingan khalayak, baik yang bersifat pribadi maupun yang bersifat sosial. Jika hal ini kita kembalikan pada esensinya maka dapat diterangkan bahwa pemenuhan kebutuhan dan kepentingan tersebut, tidak lain daripada perwujudan perjuangan manusia untuk hidup yang itu semua merupakan fitrah atau kodrat manusia itu sendiri.
Adapun manusia itu selalu punya insting. Insting yang dimaksud disini adalah insting untukhidup dan untuk mati. Insting untuk hidup adalah insting atau pikiran dimana manusia memperjuangkan dirinya untuk bertahan hidup. Sedangkan insting untuk mati adalah insting yang tidak jelas, tetapi merupakan kenyataan pada suatu saat manusia berkeinginan sadar atau tidak sadar untuk mati.
Berdasarkan uraian diatas, mari kita simpulkan bahwa tingkah laku manusia dapat direfleksikan menjadi tiga golongan, yaitu :[4]
1.    Tingkat kelakuan vital biologis : tidur, makan, olah raga, dan sebagainya.
2.    Tingkat kelakuan ( niveau ) sosio kultural, belajar, menonton, dan sebagainya.
3.    Tingkat kelakuan bersifat keagamaan dan metafisis (religius) seperti hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa, sembahyang, yoga, seedi, dan sebagainya.
Kita dapat menemukan hahehatnya sebagai berikut :[5]
1.      Eksistensi manusia dimungkinkan keberadaannya dan bukan wajib ada secara penalaran akal. Kita dapat membayangkan bumi kosong dari keberadaan manusia. Namun hal ini tidak menjadikannya mustahil secara penalaran akal. Hal ini tampak dalam firman Allah yang artinya :
Bukankah telah datang kepada manusia satu waktu daripada masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?”(Al Insan :1)
Apabila eksistensi manusia dimungkinkan keberadaanya secara penalaran akal, maka akal dapat menetapkan eksistensinya dari kenihilannya.
2.      Manusia diciptakan dengan keputusan yang disosialisasikan oleh Tuhan. Hal ini menghapus anggapan bahwa penciptaan manusia terjadi secara kebetulan, alami ataupun evolusi. Allah berfirman yang artinya :
Sesungguhnya keadaan kekuasaan-Nya apabila Ia menghendaki adanya sesuatu, hanyalah Ia berfirman kepada (hakikat) benda itu: ” Jadilah engkau! “. Maka ia terus menjadi.(Yaasiin : 82)
3.      Disaat keputusan penciptaan manusia disosialisasikan, bentuknya belum diumumkan. Alllah menciptakannya dengan bentuk yang belum pernah ada sebelumnya. Allah menciptakannya sedikit demi sedikit dari unsur bumi , hingga terciptalah manusia dengan semuasel dan fungsinya.
4.      Sejak awal penciptaan bumi dijelaskan bahwa bumi merupakan tempat kediaman dan kesenangan hingga waktu yang telah ditentukan.
5.      Keputusan penciptaan manusia disertai dengan keputusan lain, yakni dengan memutuskan bahwa kelak manusia akan mati.itulah sebab manusia disebut dengan khalifah. Yakni kehidupan setiap generasi saling berganti.
6.      Keputusan Tuhan untuk menciptakan manusia disertai dengan penjelasan akan visi dan misinya. Manusia adalah khalifah. Tuhan adalah pengendali dan manusia adalah delegasi-Nya.
7.      Semua fase dan kemajuan yang dilewati anak manusia dimulai dengan adanya kemuliaan baginya dan bagi spesiesnya.

Dengan masuknya Adam untuk pertama kalinya ke syurga, maka semua itu seolah menunjukkan kahikat deskriptif Islam akan posisi manusia. Setiap anak manusia yang lahir memiliki hak untuk bisa tinggal di syurga layaknya Adam. Manusia diciptakan dalam keadaan suci dan baik hingga memungkinkan baginya untuk masuk syurga.
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak memiliki aib kecuali diciptakan oleh manusia itu sendiri. Manusia diciptakan dari ruh dan tanah.setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan bertauhid, berkonsep dengan pola piker dasar, dan berakhlak secara umumnya.
Masuknya Adam dalam syurga tanpa melakuka suatu amal pekerjaal mengandung arti bahwa semua anak manusia bisa masuk surge selama tidak terhalang dengan suatu hal yang menahannya.
Ketika manusia melakukan kekhilafan, ia tetap bisa memiliki haknya selama ia mau bertaubat kepada Allah.[6]
Allah menciptakan manusia dengan karakteristik alaminya. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain di muka bumi. Manusia tercipta dari tanah yang mendapat tiupan ruh dari Allah.[7]
 Allah berfirman yang artinya:
 “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".(Shaad :71-71)

Baharuddin menjelaskan konsep manusia secara mendalam dan luas. Ia menjabarkan kata al fitrah sebagai identitas esensial psikis manusia. Esensi adalah suatu yang ada, berada atau kekal. Manusia tetap menjadi manusia. Walaupun ia hebat dalam memimpin kaumnya namun ia tidak bisa menjadi Tuhan. Ia berperilaku sangat baik sekali namun ia tidak dapat menjadi malaikat.[8]
Aspek-aspek dan dimensi yang ada pada bingkai fitrah manusia yang perlu dipelihara, antara lain :
1.      Aspek jismiyah (manusia sebagai makhluk basyariyah. Aspek jismiyah adalah organ fisik dan biologis manusia dengan segala perangkatnya. Aspek ini menyangkut dimensi al jism. Dimensi ini menyangkut sistem syaraf, kelenjar, sel dan seluruh organ dalam dan organ luar.[9]
2.      Aspek nafsiyah (manusia sebagai makhluk insaniyah) yaitu seluruh kualitas khas kemanusiaan, berupa pikiran, perasaan, kemauan / naluri dan kebebasan.aspek nafsiyah berada dalam aspek jismiah dan ruhaniyah. Sebab aspek jismiah akan hilang daya hidupnya jika tidak ada aspek ruhaniyah. Aspek ruhaniyah tanpa tewujud secara konkret tanpa aspek jismiah.[10]
3.      Aspek ruhaniyah yaitu aspek psikis manusia yang bersifat spiritualdan transendental.[11]

B.   Kedudukan Nafs dalam Struktur Kehidupan Manusia
1.      Makna nafs
Kata nafs merupakan satu kata yang memiliki banyak makna dan harus dipahami sesuai dengan penggunaannya. Kata nafs dalm Al Qur’an memiliki makna sebagai berikut :
a.       Jiwa atau sesuatu yang memiliki eksistensi dan hakikat. Nafs dalam artian ini terdiri atas tubuh dan ruh.
b.      Nyawa yang memicu adanya kehidupan. Apabila nyawa hilang, maka kematian pun menghampiri.
c.       Diri atau suatu tempat dimana hati nurani bersemayam. Nafs dalam artian ini selalu dinisbatkan kepada Allah dan kepada manusia.
d.      Suatu sifat pada diri manusia yang memiliki kecenderungan kepada kebaikan dan juga kejahatan.
e.       Sifat pada diri manusia yang berupa perasaan dan indra yang ditinggalkan ketika ia tertidur.
f.       Satu gaya bahasa yang majemuk yang berarti ‘saling’.
g.      Suatu kata yang berlaku untuk lelaki, wanita, dan juga kaum (kabilah).
h.      Seseorang tertentu ( Adam AS).

Semua makna inilah yang tersirat dalam Al Qur’an. Namun apabila kita mengamati dan menganalisis lebih jauh, maka sesungguhnya makna tersebut dapat disimpulkan menjadi dua makna utama :
1.      Satu kata umum mencakup semua yang ada dalam diri manusia. Kebalikan dari kata ini dalam Al Qur’an adalah semesta.
2.      Satu kata khusus yang berarti jiwa dan ruh. Kebalikan dari kata ini adalah tanah atau fisik.

Ada yang memandang dan memaknai nafs yang mengandung pengertian nafas atau nyawa. Nafs berdimensi luas yang mendakwahi aql (akal), qalb (kalbu), ruh dan al fitrah (fitrah) dan potensi takwa (positif, baik) dan potensi fujur ( buruk, negatif). Berbagai keprbadian manusia atas nafsunya diantaranya :
a.       Manusia mengumbar nafsu rendah
Dorongan nafsu rendah seseorang  menunjukkan kemampuannya dalam managemen akal, kalbu dan nurani dirinya yang sudah ada tanda-tanda belum berfungsinya jism (jasmani), akal, kalbu, ruh, nafs muthmainah, dan keinginan positif.
b.      Hawa nafsu sebagai tuhanmu
Pandangan islam mengakui adanya manusia yang demikian dan dikelompokan pada kepribadian manusia yang memiliki nafsu hayawaniyah, syaitaniyah dan nafsu amarrah. Nafsu tersebut melekat pada tubuh manusia yang menjadikan syahwatnya sebagai Tuhan.

Manusia masih dalam fitrahnya, seorang bakal manusia ( nutfah dalam kandungan ibunya) berdialog dengan Allah dalam rangka pengakuan akan keesaan Allah. Proses emanasi dalam dialog non verbal, proses penciptaan di mana al fitrah berasal dari Allah mengalir kepada nafs manusia, pengakuan atas keesaan Allah.
Kotak nafs yang menampung dimensi jasmani, nafsu, akal, kalbu dan ruh. Pada sisi ini al fitrah adalah sebagai binmensi-dimensi lainnya. Dimensi fitrah melingkari kotak dimensi akal, ruh nafs, dan kalbu. Manusia melatih dan menhamati pergeseran dimensi fitrah.










BAB III
PENUTUPAN
A.     KESIMPULAN
1.      Menurut ilmuan fisiologi lebih melihat manusia dari kumpulan fungsi anggota tubuhnya dan melihat perilakunya sebagai kumpulan aktivitas fisik dan kimia.
2.      Manusia sebagai ciptaan Tuhan, dengan sendirinya berlaku pula hukum-hukum Tuhan terhadap kehidupannya.
3.      Tingkah laku manusia dapat direfleksikan menjadi tiga golongan, yaitu Tingkat kelakuan vital biologis, Tingkat kelakuan ( niveau ) Tingkat kelakuan bersifat keagamaan dan metafisis (religius)
4.       Aspek-aspek dan dimensi yang ada pada bingkai fitrah manusia yang perlu dipelihara : aspek jismiyah, aspek nafsiyah, aspek ruhaniyah
5.      Ada yang memandang dan memaknai nafs yang mengandung pengertian nafas atau nyawa.
6. Berbagai kepribadian manusia atas nafsunya diantaranya : Manusia mengumbar nafsu rendah dan hawa nafsu sebagai tuhanmu.

B.     SARAN
Dalam penyusunan makalah ini penulis pasti banyak melakukan kesalahan baik dalam sistematika, penulisan maupun isi dari makalah. Untuk itu, kami mohon kritik dan saran yang menbangun demi perbaikan pada karya ilmiah maupun tugas yang lainnya.








DAFTAR PUSTAKA

Agama, Departemen RI. Al Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya. Mega Jaya Abadi.
Arbi, Armawati. 2012. Psikologi dan Tabligh. Jakarta: AMZAH.
Arifin, Anwar. 2011. Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Izzuddin Taufiq, Muhammad. 2006. Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam. Jakarta: Gema Insani.
Muhiddin, Asep. 2002. Dakwah dalam Perspektif Al Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.


[1]Muhammad Izzudin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, Depok, 2006, hlm. 151
[2]Ibid, hlm. 166-167.
[3] Asep Muhiddin. Dakwah dalam Perspektif Al Qur’an. Bandung. Pustaka Setia. 2002. hlm. 11
[4] Prof. Dr. Anwar Arifin. Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi. Yogyakarta. Graha Ilmu. 2011. hlm. 175
[5] Muhammad Izzuddin Taufiq. Panduan Lengkap & Praktis Psikologi Islam. Jakarta. Gema Insani. 2006. hlm. 169-171
[6] Ibid hlm. 180
[7] Ibid hlm. 183
[8] Armawati Arbi. Psikologi dan Tabligh. Jakarta: AMZAH. hlm. 25
[9] Ibid. hlm.28
[10] Ibid. hlm. 31
[11] Ibid. hlm. 38

Tidak ada komentar

Posting Komentar